Jumat, 28 Maret 2014

Cerpen Pesan dari Ibu



Pesan Ibu
Karya : Winda Sari Puspita Dewi
Rahewaty seorang putri tunggal dari seorang pengusaha kayu yang cukup sukses. Dari kecil hingga remaja, Rahewaty dimanjakan oleh Fasilitas yang dimiliki oleh kedua orang tuanya. Semua yang diinginkan Rahewaty di penuhi oleh ayah dan ibunya. Bagi orang tuanya kebahagian Rahewaty lah yang utama. Saat itu Rahewaty baru saja lulus SMP. Rahewaty mendaftar disekolah yang selama ini dia impikan yaitu SMK Sandi Putra 1. Sejak kecil ia ingin sekali menjadi seorang Pramugari. Awalnya ibu Rahewaty tidak mengizinkannya sekolah disana dengan alasan fisik Rahewaty yang lemah. Tapi seperti yang dikatakan tadi, kebahagian Rahewaty lah yang utama. Dengan berat hati akhirnya ibu nya menyetujui keinginan putri semata wayangnya dan akhirnya ayah Rahewaty melakukan berbagai cara agar Rahewaty bisa lulus disekolah itu tanpa ikut MOS dan tes wawancara dengan biaya yang tidak sedikit. Sejak duduk di bangku SMK, teman teman Rahewaty sering kali memperolok-olok bentuk tubuh Rahewaty yang gemuk dan sering mempermasalahkan nama Rahewaty “Rahe.. Rahewaty nama anak kampung!! Hahaa” ucap salah satu teman kelasnya sambil tertawa terbahak-bahak. Rahewaty yang sudah tidak tahan mendengar olok-olokan temannya bergegas menelpon ayahnya “Ayah aku ingin pindah sekolah sekarang juga” Ucapnya sambil menangis terisak-isak. “Tapi Rahe’…” belum sempat ayahnya menjawab Rahe; langsung menutup teleponnya.
Sepulang sekolah.. “Rahe, ayo sarapan dulu” ajak ibunya dengan tulus. Rahe’ hanya menggelengkan kepala lalu melangkahkan kakinya menuju kamar. “Rahe’ kamu kenapa?, ayo makan dulu, nanti kamu sakit Rahe” ibu Rahe tampak kebingungan melihat putrinya bertingkah tak seperti biasanya. Ia kemudian mengantarkan sepiring nasi goreng ke kamar rahe’. “Rahe, buka pintunya. Ayo makan dulu nak” sambil menggedor-gedor pintu beberapa kali. Tiba-tiba perlahan-lahan pintu kamar Rahe’ terbuka. “Rahe’ kamu kenapa menangis nak?” Tanya ibunya sambil mengusap kepala putrinya. “Ibu aku tidak mau makan, aku mau kurus, aku ingin ganti nama, aku malu di hina sama teman-temanku, aku benci bu!!” Bentak Rahe’ sambil menangis terisak-isak. Mendengar curahan putrinya, sang ibu langsung memeluk putrinya dengan erat. “sayang tak perlu malu, orang yang tak menyukaimu itu karena mereka iri! Sekarang anak ibu makan yah?” ucap ibunya dengan lembut.
Esok harinya saat Rahe keluar dari pintu kamarnya, ia melihat beberapa perlengkapan olahraga yang masih terbungkus rapi di depan ruang tamu. Di lihatnya ada secarik kertas diatas meja yang tertuliskan “Rahe Sayang, ibu sudah siapkan makanan di meja makan, jangan lupa makan yah! sekarang tidak ada lagi alasan buat rahe tidak makan! Karena ibu sudah membelikan rahe perlengkapan olahraga, ayah juga sekarang lagi mengurus surat pindah kamu disekolah yang lebih baik! Semoga senang putriku.. tertanda ibu” . Senyum kecil terlontar di wajahnya saat membaca tulisan itu. Ia kemudian meneguk segelas air yang ada di atas meja. Seketika gelas yang di genggamannya terjatuh hingga pecah berkeping-keping.
“Tilitt..tililiitt…”
“Hallo selamat siang, bisa bicara dengan pak Arman?”
“Ayah saya sedang keluar, apa apa?”
“apa anda putri ibu Ladya? begini mbak kami dari pihak rumah sakit Media Center, kami hanya ingin menyampaikan bahwa ibu anda pagi tadi kecelakaan”
Mendengar kejadian itu ia segera menelpon ayahnya agar menyusul kerumah sakit. Sesampai mereka dirumah sakit. Ia melihat seseorang yang mirip ibunya di larikan ke kamar mayat. Rahe’ yang tak kuasa menahan emosi, terus berlari menghampiri mayat itu. Ia benar-benar hilang kontrol  dan tak memperdulikan orang sekitarnya termasuk ayahnya. Ia terus menangis dan menangis dan berkata “ibuuu, maafkan Rahe’, rahe janji bu nggak bakalan malu dan ngambek lagi… ibuu bangunnn, ku mohonn!!”teriak Rahe, lalu kemudian membuka kain dari mayat itu.
Ia sangat terkejut melihat mayat yang ada di depan matanya bukanlah ibunya. Ia kemudian menoleh di sekelilingnya dan seketika ia melihat ibunya sedang berdiri di samping ayahnya dengan perban di kepalanya. “Ah Ibu? Ibu belum mati?” Tanya Rahe tak percaya, kemudian mendekati ibunya sambil memeluknya dengan erat lalu memukul pundaknya beberapa kali. Orang disekitarnya hanya tertawa kecil melihat kejadian ini. Ibunya hanya tersenyum kecil sambil mengusap kepala putrinya lalu berkata “sekarang ibu sudah bangun, ibu harap Rahe menepati janjinya”.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;